KOMPAS.com - Sebagai orang tua, sudah sepatutnya
jika Anda selalu menginspirasi anak dengan berbagai kalimat pembangkit
semangat. Namun, situasi hati yang sedang tak menentu kadang membuat
kalimat yang keluar dari mulut kita justru membuatnya patah semangat.
"Berkomunikasi
dengan anak-anak dengan efektif bisa sangat sulit, terkadang kata yang
kita sampaikan artinya bisa berbeda ketika sampai di telinga mereka.
Karena, anak-anak tidak bisa diharapkan untuk mampu mencerna kata-kata
dan konteks kalimat dengan cara yang sama dengan orang dewasa," ungkap
Vicki Panaccione, PhD, psikolog dan pendiri Better Parenting Institute di Melbourne.
Jika
Anda ingin anak-anak bisa tumbuh menjadi yang terbaik, usahakan
mengganti kata-kata yang Anda sampaikan dengan kata-kata yang membantu
membangun karakter anak.
Kalimat Anda: "Kamu yang terbaik"
Yang didengar anak: "Tugasmu adalah membuat ibu senang"
Kalimat yang lebih baik: "Kamu harus bangga atas kerja kerasmu"
Tak
ada salahnya memuji keberhasilan anak. Namun, jangan terlalu
berlebihan. Pujian yang berlebihan dapat menjadi bumerang bagi orang tua
dalam tumbuh-kembang anak. Anak-anak akan menjadi haus pujian, dan
akhirnya mereka akan menjadi orang-orang yang selalu ingin dipuji.
Selain itu, dengan pujian seperti "kamu hebat", "kamu cantik", "kamu
pintar" secara tak langsung akan membuatnya berpikir bahwa Anda hanya
mencintainya saat mereka terlihat hebat, dan pandai saja.
Sebuah
penelitian yang dilakukan Carol Dweck, PhD, psikolog sosial dari
Columbia University, menyatakan, anak-anak yang dipuji karena "berusaha
keras" saat melakukan tes ternyata lebih mampu melakukan tugas yang
sulit dibandingkan anak-anak yang dipuji karena "pintar".
"Memuji
sifat anak dan membuat janji bahwa mereka akan sukses karena anak-anak
punya sifat tersebut akan mengurangi nilai usaha, sehingga anak-anak
menjadi takut menghadapi tantangan. Karena mereka pikir dengan punya
sifat itu saja sudah cukup sehingga mereka akan berhenti ketika mereka
sudah selangkah lebih maju dibanding teman lainnya," tukas Dweck.
Kalimat Anda: "Jaga cara bicaramu"
Yang didengar anak: "Ibu sudah mengajari kamu cara bicara"
Kalimat yang lebih baik: "Ibu senang kamu sudah bicara pada ibu. Tetapi, lain kali tolong jangan menggunakan kalimat itu lagi, karena bisa membuat orang tersinggung"
Memang mengkhawatirkan bila anak-anak sering meniru kalimat-kalimat makian yang didengarnya di televisi. Namun Anda bisa menegurnya dengan kalimat alternatif yang lebih baik, sehingga mereka pun menyadari kesalahannya. Ingatl juga bahwa pembicaraan tentang kalimat yang dianggap kurang sopan dan menyinggung perasaan ini sebaiknya dilakukan saat akhir pembicaraan.
Kalimat Anda: "Ibu tidak punya uang membelinya"
Yang didengar anak: "Uang adalah segalanya"
Kalimat yang lebih baik: "Di rumah, kita sudah punya semua barang di toko itu"
Bagi Anda, anak-anak pasti tak membutuhkan dua jenis mainan yang sama. Namun, berulang kali mengungkapkan bahwa Anda tidak punya uang adalah satu-satunya alasan bahwa mereka tidak bisa memiliki barang yang diinginkannya. Hal ini menciptakan kesan bahwa uang adalah sumber semua hal baik dalam hidup. "Pasti Anda ingin punya anak yang berkelimpahan sampai dewasa, bukan secara materi, tapi dalam arti bahwa apa yang Anda miliki membawa sukacita," ungkap Marcy Axness, PhD, seorang spesialis perkembangan anak.
Kalimat Anda: "Jangan takut, semua akan baik-baik saja"
Yang didengar anak: "Kamu terlalu berlebihan"
Kalimat yang lebih baik: "Ibu tahu apa yang kamu alami, ceritakan pada ibu"
Ketika seorang anak pulang dalam keadaan kesal karena diejek teman, atau gagal menjadi juara, maka hiburan dari Anda sangat diperlukannya. "Tapi anak-anak perlu belajar bagaimana mengekspresikan perasaannya, menghadapi dan menyelesaikannya. Jika tidak, mereka akan sulit menghadapi masalahnya," jelas Panaccione.
Kalimat Anda: "Jaga cara bicaramu"
Yang didengar anak: "Ibu sudah mengajari kamu cara bicara"
Kalimat yang lebih baik: "Ibu senang kamu sudah bicara pada ibu. Tetapi, lain kali tolong jangan menggunakan kalimat itu lagi, karena bisa membuat orang tersinggung"
Memang mengkhawatirkan bila anak-anak sering meniru kalimat-kalimat makian yang didengarnya di televisi. Namun Anda bisa menegurnya dengan kalimat alternatif yang lebih baik, sehingga mereka pun menyadari kesalahannya. Ingatl juga bahwa pembicaraan tentang kalimat yang dianggap kurang sopan dan menyinggung perasaan ini sebaiknya dilakukan saat akhir pembicaraan.
Kalimat Anda: "Ibu tidak punya uang membelinya"
Yang didengar anak: "Uang adalah segalanya"
Kalimat yang lebih baik: "Di rumah, kita sudah punya semua barang di toko itu"
Bagi Anda, anak-anak pasti tak membutuhkan dua jenis mainan yang sama. Namun, berulang kali mengungkapkan bahwa Anda tidak punya uang adalah satu-satunya alasan bahwa mereka tidak bisa memiliki barang yang diinginkannya. Hal ini menciptakan kesan bahwa uang adalah sumber semua hal baik dalam hidup. "Pasti Anda ingin punya anak yang berkelimpahan sampai dewasa, bukan secara materi, tapi dalam arti bahwa apa yang Anda miliki membawa sukacita," ungkap Marcy Axness, PhD, seorang spesialis perkembangan anak.
Kalimat Anda: "Jangan takut, semua akan baik-baik saja"
Yang didengar anak: "Kamu terlalu berlebihan"
Kalimat yang lebih baik: "Ibu tahu apa yang kamu alami, ceritakan pada ibu"
Ketika seorang anak pulang dalam keadaan kesal karena diejek teman, atau gagal menjadi juara, maka hiburan dari Anda sangat diperlukannya. "Tapi anak-anak perlu belajar bagaimana mengekspresikan perasaannya, menghadapi dan menyelesaikannya. Jika tidak, mereka akan sulit menghadapi masalahnya," jelas Panaccione.
Di sisi lain, anak-anak
tidak seharusnya selalu terpuruk pada perasaan sedihnya. Jika hal ini
terjadi, lebih baik Anda memberikan dorongan yang mereka butuhkan agar
mereka bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. "Orangtua biasanya lebih
memilih memberikan kenyamanan dengan hanya mendengarkan daripada bicara.
Jika Anda hanya terbiasa mendengarkan, maka anak akan selalu curhat ke
Anda, namun tidak akan mendapat motivasi apapun," ungkap Mel Levine, MD,
dokter anak dari University of North Carolina.
Kalimat Anda: "Jangan bicara pada orang asing"
Yang didengar anak: "Semua orang yang tidak kamu kenal pasti akan menyakiti kamu"
Kalimat yang lebih baik: "Jangan bicara pada orang yang membuat kamu tidak nyaman"
Kalimat ini sebenarnya menandakan kekhawatiran orangtua yang takut anaknya akan jadi korban penculikan. Namun fenomena sekarang ini menunjukkan, anak tak hanya menjadi korban penculikan dari orang asing saja, tapi justru menjadi korban penculikan oleh orang yang sudah dikenal baik. Inilah sebabnya mengapa lebih masuk akal untuk memberitahu anak untuk waspada terhadap siapapun, orang asing maupun kenalan yang membuat mereka merasa tidak nyaman.
Kalimat Anda: "Kamu harus berbagi"
Yang didengar anak: "Berikan mainanmu"
Kalimat yang lebih baik: "Adikmu mau bermain dengan mainanmu sebentar. Jangan khawatir, mainan itu tetap jadi milikmu, dan ia akan mengembalikannya"
Anda tidak akan memberikan kunci mobil Anda kepada tetangga Anda. Analogi inilah yang perlu disampaikan pada anak jika Anda meminta mereka untuk berbagi mainan. "Anak-anak masih sulit untuk membedakan dengan jelas antara objek mereka sendiri, dan yang bisa digunakan untuk berbagi. Jadi pada dasarnya Anda meminta mereka untuk memberikan bagian dari diri mereka sendiri," ungkap David Elkind, PhD, psikolog dan penulis buku The Hurried Child.
Kalimat Anda: "Jangan bicara pada orang asing"
Yang didengar anak: "Semua orang yang tidak kamu kenal pasti akan menyakiti kamu"
Kalimat yang lebih baik: "Jangan bicara pada orang yang membuat kamu tidak nyaman"
Kalimat ini sebenarnya menandakan kekhawatiran orangtua yang takut anaknya akan jadi korban penculikan. Namun fenomena sekarang ini menunjukkan, anak tak hanya menjadi korban penculikan dari orang asing saja, tapi justru menjadi korban penculikan oleh orang yang sudah dikenal baik. Inilah sebabnya mengapa lebih masuk akal untuk memberitahu anak untuk waspada terhadap siapapun, orang asing maupun kenalan yang membuat mereka merasa tidak nyaman.
Kalimat Anda: "Kamu harus berbagi"
Yang didengar anak: "Berikan mainanmu"
Kalimat yang lebih baik: "Adikmu mau bermain dengan mainanmu sebentar. Jangan khawatir, mainan itu tetap jadi milikmu, dan ia akan mengembalikannya"
Anda tidak akan memberikan kunci mobil Anda kepada tetangga Anda. Analogi inilah yang perlu disampaikan pada anak jika Anda meminta mereka untuk berbagi mainan. "Anak-anak masih sulit untuk membedakan dengan jelas antara objek mereka sendiri, dan yang bisa digunakan untuk berbagi. Jadi pada dasarnya Anda meminta mereka untuk memberikan bagian dari diri mereka sendiri," ungkap David Elkind, PhD, psikolog dan penulis buku The Hurried Child.
Salah
satu cara agar anak percaya benda tersebut masih menjadi miliknya
adalah dengan menuliskan nama pada benda yang akan dipinjamkan kepada
orang lain. Dengan demikian ia tahu bahwa Anda tak memaksanya untuk
memberikan mainannya kepada orang lain.
Kalimat Anda: "Kenapa kamu...." (melanggar jam malam, memukul adik, atau membuat keributan)
Yang didengar anak: "Kamu pengacau"
Kalimat yang lebih baik: "Menurut Ibu, kamu melanggar jam malam karena kamu tak mau segera pulang. Ibu bisa mengerti, tapi jangan diulangi ya, Nak!"
Orangtua terkadang terlalu banyak memberikan pertanyaan yang cenderung menghakimi anak, dan membuat anak mengakui perbuatannya. Padahal, Anda sebenarnya sudah tahu jawabannya. Hal ini akan membuat Anda terlihat seperti diktaktor. Orangtua memang perlu memberitahu anak ketika mereka berbuat salah. Namun, rasa malu yang terlalu sering dialami anak akan mematikan perasaan bersalahnya.
Kalimat Anda: "Kenapa kamu...." (melanggar jam malam, memukul adik, atau membuat keributan)
Yang didengar anak: "Kamu pengacau"
Kalimat yang lebih baik: "Menurut Ibu, kamu melanggar jam malam karena kamu tak mau segera pulang. Ibu bisa mengerti, tapi jangan diulangi ya, Nak!"
Orangtua terkadang terlalu banyak memberikan pertanyaan yang cenderung menghakimi anak, dan membuat anak mengakui perbuatannya. Padahal, Anda sebenarnya sudah tahu jawabannya. Hal ini akan membuat Anda terlihat seperti diktaktor. Orangtua memang perlu memberitahu anak ketika mereka berbuat salah. Namun, rasa malu yang terlalu sering dialami anak akan mematikan perasaan bersalahnya.
"Anak-anak tanpa hati nurani
adalah anak yang tidak pernah mengembangkan kemampuan untuk merasakan
apa yang dirasakan orang lain. Hal ini dapat menyebabkan mereka mencuri,
berbohong, berkelahi, dan melakukan kekerasan," ungkap Axness. Lebih
baik katakan bahwa Anda tahu apa yang mereka lakukan, kemudian jelaskan
mengapa hal itu tak boleh dilakukan.
0 komentar:
Posting Komentar