KOMPAS.com - Setiap orangtua perlu menyadari seberapa
dekat dirinya dengan anak-anaknya. Artinya, orangtua perlu berupaya
untuk merespons kebutuhan emosional anak, sehingga anak pada akhirnya
merasa dimengerti dan dihargai. Setiap anak memiliki kebutuhan akan
afeksi dan perhatian yang berbeda, tergantung kepribadian dan
temperamennya. Karenanya, cara setiap orangtua dalam mendekatkan diri
kepada anak bisa berbeda, antara keluarga satu dengan keluarga lainnya.
Inilah tantangan yang dihadapi orangtua modern. Pasalnya, banyak orangtua bekerja yang disibukkan dan dibuat stres dengan tuntutan pekerjaan dan karier. Belum lagi kekhawatiran orangtua mengenai kondisi keuangan yang memberikan tekanan tersendiri bagi keluarga. Bagaimanapun kondisinya, adalah tugas orangtua untuk tetap membangun kedekatan dengan anak-anaknya. menciptakan hubungan emosi positif yang bermanfaat dan berdampak besar bagi anak.
Berikut lima prinsip sederhana yang perlu diaplikasikan orangtua agar memiliki hubungan akrab dengan anak:
Inilah tantangan yang dihadapi orangtua modern. Pasalnya, banyak orangtua bekerja yang disibukkan dan dibuat stres dengan tuntutan pekerjaan dan karier. Belum lagi kekhawatiran orangtua mengenai kondisi keuangan yang memberikan tekanan tersendiri bagi keluarga. Bagaimanapun kondisinya, adalah tugas orangtua untuk tetap membangun kedekatan dengan anak-anaknya. menciptakan hubungan emosi positif yang bermanfaat dan berdampak besar bagi anak.
Berikut lima prinsip sederhana yang perlu diaplikasikan orangtua agar memiliki hubungan akrab dengan anak:
1. Menerima temperamen anak.
Setiap
anak tumbuh dengan temperamen yang unik, hasil dari pengasuhan dan
didikan sejak belia bahkan sejak lahir. Temperamen anak umumnya terbagi
empat kategori, easygoing, suka tantangan, tenang, campuran dari beberapa temperamen.
Tugas
penting orangtua adalah menyesuaikan diri dengan kepribadian anak.
Tantangan semakin besar ketika orangtua memiliki temperamen yang
bertolak belakang dengan anak. Sebagai orang dewasa, menerima temperamen
anak akan membantu anak dan menimbulkan rasa aman dan percaya.
Dampaknya, anak merasa nyaman dengan dirinya, identitasnya.
2. Investasi waktu.
Banyak
orangtua yang mengkotak-kotakkan antara kuantitas dan kualitas waktu.
Anggapan seperti, "Saya memang tak banyak meluangkan waktu namun ketika
ada waktu saya selalu bersenang-senang dengan anak," menjadi andalannya.
Untuk mempunyai kualitas waktu dengan anak, orangtua perlu meluangkan
sebanyak mungkin waktu bersama anak-anaknya. Kebersamaan yang lebih
sering dengan anak, menjadi momen untuk membangun kepercayaan, saling
memelajari bahasa cinta masing-masing antara orangtua-anak, selain juga
memahami sepenuhnya karakter anak.
Momen berkualitas bersama
anak tercipta dari aktivitas sederhana namun sering. Mulai saja dengan
selalu berbicara dengan anak mengenai aktivitasnya seharian. Lakukan
percakapan sesering mungkin. Membacakan cerita atau buku, kepada
anak-anak juga bisa menjadi pilihan.
"Anak-anak membutuhkan
keduanya, kuantitas dan kualitas waktu," kata Janie Lacy, konsultan
kesehatan mental bersertifikat dari Orlando.
3. Berikan sentuhan.
Sentuhan,
sekecil apapun, memberi dampak besar bagi anak. Bahkan sekadar
memberikan "tos" atau melakukan permainan adu panco. Apalagi memberikan
kecupan saat anak mulai tertidur pulas di malam hari. Jangan sepelekan
sentuhan-sentuhan kecil ini.
Sentuhan dari orangtua, merupakan
pembelajaran bagi anak, bahwa ia merasa aman dan disayangi orangtuanya.
Meski begitu, sekali lagi, orangtua perlu memahami kepribadian anak.
Boleh jadi ada anak yang tak suka dikecup di depan teman-temannya. Ia
hanya suka dipeluk saat berduaan saja dengan ayah atau ibunya misalnya.
Mengenali kebutuhan dan kepribadian anak akan membantu orangtua dalam
memberikan bentuk sentuhan yang tepat pada waktu yang tepat.
4. Mengajarkan anak nilai dan life skill.
Jangan
asal berkata "Sudah, lupakan saja" atau "Kamu seharusnya nggak perlu
merasa seperti itu," saat anak sedang mengalami masalah atau bermasalah
dengan emosi negatifnya. Cara seperti ini takkan efektif, dan terekam
dalam otak anak yang akhirnya berpengaruh pada kepribadiannya saat
dewasa.
Saat anak memiliki emosi negatif, ajarkan mereka untuk
mengatasinya bukan mengabaikannya. Ajak anak mengatasi perasaan dan
mencari solusi untuk mengubah emosi negatif menjadi lebih positif.
"Dengan begitu, anak-anak akan mampu mengelola emosinya lebih baik," jelas Lacy.
Selalu
katakan pada anak, bahwa Anda bersedia menjadi tempat berbagi. Anak
selalu memerhatikan dan belajar dari setiap perilaku orang terdekatnya.
Jadi jika ingin anak selalu berbagi dan mampu mengelola emosi, Ayah
ibunya juga harus mampu menjadi contoh baiknya.
5. Menjadi contoh tangguh.
Anda
adalah contoh bagi anak-anak. Bagaimana Anda mengelola stres,
menghadapi masalah keluarga, bertahan dan menjaga keharmonisan rumah
tangga di saat sulit sekalipun, inilah yang dipelajari anak dari ayah
dan ibunya. Jika Anda dan pasangan membuktikan bahwa dalam kesulitan
apapun, kondisi rumah tangga dan keluarga selalu kuat dan harmonis,
dengan selalu berpikir dan bertindak positif, anak akan merasa aman dan
nyaman.
Inilah sejumlah hal yang dapat membangun kedekatan
orangtua-anak. Kesabaran, kegigihan, kesadaran dari orangtua menjadi
kunci suksesnya. Pasangan suami-istri, akan menikmati hidupnya lebih
baik, dengan kedekatan dan keakraban bersama anak-anaknya.
Menyaksikan
anak bertumbuh dan berkembang hingga dewasa dengan cara positif,
bukankah menjadi sumber kebahagiaan dan kesuksesan yang seutuhnya bagi
orangtua?
0 komentar:
Posting Komentar